Melawan Ketergantungan Smartphone, Ajak Anak Baca Buku Yang Disukai
Smartphone menjadi barang yang lumrah digunakan anak-anak saat ini. Pendapat saya ini berdasarkan pada pengamatan keadaan di lingkungan sekitar, termasuk keluarga saya. Bahkan kedua anak saya sendiri sudah memiliki smartphone masing-masing. Awalnya, kami sudah minta anak-anak untuk menabung sisa uang jajan untuk membeli smartphone sendiri. Hal ini selain untuk menunda kepemilikan smartphone terlalu dini, juga agar nantinya mereka bisa lebih menghargai dan merasa puas dengan barang yang mereka beli dari hasil usaha sendiri. Merekapun sudah mulai menabung.
Namun, semua rencana tersebut berubah saat covid 19 muncul di Indonesia pada tahun 2020. Pandemi covid 19 memberikan dampak ke segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan. Anak-anak harus belajar secara online. Sedangkan, kami sebagai orang tua masih aktif berkantor, kalaupun WFH itupun terjadwal. Sehingga, akhirnya kami memberikan smartphone agar mereka dapat mengikuti pembelajaran secara online.
Setelah pandemi usai dan pembelajaran kembali normal, anak-anak sudah terlanjur terikat dengan smartphone mereka. Sungguh rasanya sulit untuk mengambil alih smartphone tersebut. Waktu yang dihabiskan di depan layar smartphone kadang-kadang melebihi batas yang seharusnya. Ini menjadi penyumbang rekor penggunaan internet paling lama di dunia. Jadi untuk diketahui bahwa masyarakat Indonesia telah mencatatkan rekor sebagai negara dengan penggunaan internet paling lama di dunia pada tahun 2022. Menggunakan data dari laporan “State of Mobile 2023” oleh firma riset data.ai, durasi rata-rata penggunaan internet mencapai 5,7 jam per hari.
Namun, kami sebagai orang tua mencoba berbagai cara agar anak-anak tidak terlalu asik dengan smartphone mereka. Salah satunya adalah dengan mengenalkan mereka pada kegiatan membaca buku. Awalnya, respons mereka tidak begitu positif saat kami mencoba meyakinkan mereka untuk membaca buku. Namun, saya berinisiatif untuk membawa mereka ke Perpustakaan Daerah Kabupaten Gunungkidul dengan iming-iming bahwa depan perpustakaan tersebut ada tempat jajan yang menyediakan berbagai macam jajanan, sedangkan di perpustakaan sendiri ada tempat bermainnya.
Akhirnya mereka mau dan saat kami masuk ke ruang koleksi buku, mereka terlihat sangat antusias. Mereka langsung mencari buku-buku yang menarik perhatian mereka. Walaupun mereka hanya bisa meminjam 2 buku karena belum memiliki kartu anggota, tetapi semangat membaca mereka tidak surut. Bahkan mereka meminta buku-buku pilihan mereka difotokan agar mudah mengingatnya saat ingin meminjam nanti.Kami sudah berkunjung ke perpustakaan daerah Kabupaten Gunungkidul sebanyak tiga kali, dan antusiasme mereka tetap sama.
Itulah sedikit cerita tentang bagaimana kami menghadapi penggunaan smartphone oleh anak-anak dan cara kami mencoba mengurangi waktu mereka yang dihabiskan di depan layar. Bagaimana dengan cerita Bapak Ibu?